13 Kebiasaan Orang Tua Yang Berdampak Buruk Pada Perilaku Anak
ISLAMI
Umumnya anak akan mencontoh apa yang orang tua lakukan. Sesuai dengan teori Imitasi bahwa anak-anak belajar sebagian besar keterampilan sosial mereka dengan meniru orang tuanya. Tetapi mendidik anak tidaklah segampang membalikan telapak tangan. Mungkin beberapa pertanyaan berikut sering muncul.
- Apakah anda mulai merasa kesulitan mengendalikan perilaku anak anda?
- Apakah anda dan pasangan sering nggak sepaham dalam mendidik anak anak?
- Apakah anak anda sering merengek dan maksa untuk dituruti kemauannya?
- Apakah anak anda sering berantem satu sama lain?
- Apakah anda kesulitan karena anak anda selalu nonton tv atau maen ps?
Setiap orang tua tentu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, terkadang beberapa peraturan dan kebiasaan orang tua justru dapat menimbulkan efek negatif pada anak. ada beberapa kebiasaan buruk sebaiknya dihindari oleh para orang tua.
13 Kebiasaan Orang Tua Yang Berdampak Buruk Pada Perilaku Anak
1. Menyuruh dengan nada yang tinggi ( Teriak )
walau kita berteriak, tidak selalu berarti anak akan mendengarkan kita. Malah orang tua yang selalu berteriak akan merusak hubungannya dengan anak. Lebih jauh, kebiasaan berteriak akan menumbuhkan anak menadi seorang yang sulit diatur.
2. Tidak konsisten
sikap plin plan pada orangtua membuat anak tidak lagi percaya kepada aturan yang telah dibuat oleh orangtuanya. Jika kebiasaan ini terus berlanut, sang anak akan tumbuhmenjadi seorang yang tidak disiplin.
3. Menakuti anak dengan hukuman kosong
kita pasti pernah mendengar orang tua yang menakuti anaknya dengan sebuah hukuman, tetapi hukuman itu nyatanya tidak pernah dilakukan. Kebiasaan ini akan mendorong anak untuk selalu melakukan kebiasaan yang sama.
4. Hukuman Fisik
hukuman fisik tidak selalu menjadi solusi dari kenalakan anak. Justru anak yang sering menerima hukuman fisik lebih sulit menghilangkan kenakalannya. Sebab merekan akan lebih memilih menahan rasa sakit daripada harus mengubah kelakuannya.
5. Mencari alasan untuk membenarkan kesalahan anak
Orang tua khususnya ibu, biasanya menolelir kesalahan anaknya dengan berbagai alasan. Tapi terlalu sering mencari alasan untuk membenarkan kesalahan anak dapt mendorong anak menjadi pribadi yang tidak bertanggungjawab.
6. Menyepelekan kebiasaan buruk anak
sekecil apapun kebiasaan buruk anak, sudah seharusnya orangtua menasehati agar anak berhenti melakukanya. Sebab jika dibiarkan, ia akan terbiasa dan membawa kebiasaannya sampai dewasa
7. Memaksa cita cita orangtua pada anak
Memaksa cita cita kita kepada nak dapat memberi tekanan besar terhadap perkembangana psikologisnya. Anak anak yang memiliki tekanan berat dari orangtuanya cenderung lebih rentan untuk berbohong.
orang tua harus memiliki kepercayaan bahwa setiap anak adalah spesial atau memiliki kelebihan masing-masing. “Orang tua tidak perlu khawatir dengan kemampuan anak karena setiap anak berbeda-beda. Mereka memiliki kelebihan masing-masing dan jangan membandingkannya dengan anak lain
8. Menekankan pada Hal-hal yang salah
Kebiasaan ini hampir sama dengan kebiasaan di atas. Banyak orang tua yang sering mengeluhkan tentang anak2nya tidak akur, suka bertengkar. Pada saat anak kita bertengkar, perhatian kita tertuju pada mereka, kita mencoba melerai atau bahkan memarahi. Tapi apakah kita sebagai orang tua memperhatikan mereka pada saat mereka bermain dengan akur? Kita seringkali menganggapnya tidak perlu menyapa mereka karena mereka sedang akur. Pemikiran tersebut keliru, karena hak itu akan memicu mereka untuk bertengkar agar bisa menarik perhatian orang tuanya,
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berilah pujian setiap kali mereka bermain sengan asyik dan rukun, setiap kali mereka berbagi di antara mereka dengan kalimat sederhana dan mudah dipahami, misal: ”Nah, gitu donk kalau main. Yang rukun.” Peluklah mereka sebagai ungkapan senang dan sayang.
9. Penggunaan istilah yang tidak jelas maksudnya
Seberapa sering kita sebagai orang tua mengungkapkan pernyataan seperti “Awas ya, kalau kamu mau diajak sama mama/papa, tidak boleh nakal!” atau, “awas ya, kalau nanti diajak sama mama/papa, jangan bikin malu mama”, bisa juga terungkap, “kalo mau jalan jalan ke taman bermain, jangan macam macam ya”.
Nah, tanpa disadari kita seringkali menggunakan istilah istilah yang sulit dimengerti ataupun bermakna ganda. Istilah ini akan membingungkan anak kita. dalam benak mereka bertanya apa yang dimaksud dengan nakal, tingkah laku apa yang termasuk dalam kategori nakal, begitu pula dengan istilah “jangan macam macam”, perilaku apa yang termasuk kategori “macam macam”. Selain bingung, mereka juga akan menebak nebak arti dari istilah istilah tersebut.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Bicaralah dengan jelas dan spesifik, misalnya “Sayang, kalau kamu mau ikut mama/papa, tidak boleh minta mainan, permen, dan tidak boleh berteriak teriak di kasir seperti kemarin ya”. Hal ini penting agar anak mengetahui batasan batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta jangan lupa menyepakati apa konsekuensinya bila kesepakatan ini dilanggar.
10. Selalu menuruti permintaan anak.
Apakah anak kita adalah anak semata wayang? Atau anak laki laki yang ditunggu tunggu dari beberapa anak perempuan kakak-kakaknya? Atau mungkin anak yang sudah bertahun tahun ditunggu tunggu? Fenomena ini seringkali menjadikan orang tua teramat sayang pada anaknya sehingga ia menerapkan pola asuh open bar, atau mo apa aja boleh atau dituruti.
Seperti Radja Ketjil, semakin hari tuntutannya semakin aneh dan kuat, jika ini sudah menjadi kebiasaan akan sulit sekali membendungnya. Anak yang dididik dengan cara ini akan menjadi anak yang super egois, tidak kenal toleransi, dan tidak bisa bersosialisasi.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Betapapun sayangnya kita pada anak, jangan lah pernah memberlakukan pola asuh seperti ini. Rasa sayang tidak harus di tunjukkan dengan menuruti segala kemauannya. Jika kita benar sayang, maka kita harus mengajarinya tentang nilai baik dan buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang nggak. Jika tidak, rasa sayang kita akan membuat membuatnya jadi anak yang egois dan ‘semau gue’. Inilah yang dalam bahasa awam sering disebut anak manja.
11. Terlalu Banyak Larangan
Ini adalah kebalikan dari kebiasaan di atas. Bila Kita termasuk orang tua yang berkombinasi Melankolis dan Koleris, kita mesti berhati2 karena biasanya kombinasi ini menghasilkan jenis orang tua yang “Perfectionist”. Orang tua jenis ini cenderung ingin menjadikan anak kita seperti apa yang kita inginkan secara SEMPURNA, kita cenderung membentuk anak kita sesuai dengan keinginan kita; anak kita harus begini tidak boleh begitu; dilarang melakukan ini dan itu.
Pada saatnya anak tidak tahan lagi dengan cara kita. Ia pun akan melakukan perlawanan, baik dengan cara menyakiti diri (jika anak kita tipe sensitive) atau dengan perlawanan tersembunyi (jika anak kita tipe keras) atau dengan perang terbuka (jika anak kita tipe ekspresif keras). Oleh karena itu, kurangilah sifat perfeksionis kita, Berilah izin kepada anak untuk melakukan banyak hal yang baik dan positif. Berlatihlah untuk selalu berdialog agar kita bisa melihat dan memahami sudut pandang orang lain. Bangunlah situasi saling mempercayai antara anak dan kita. Kurangilah jumlah larangan yang berlebihan dengan meminta pertimbangan pada pasangan kita. Gunakan kesepakatan2 untuk memberikan batas yang lebih baik. Misal, kamu boleh keluar tapi jam 9 malam harus sudah tiba di rumah. Jika kemungkinan pulang terlambat, segera beri tahu Papa/Mama.
12. Suka Membandingkan
Hal yang paling menyebalkan adalah saat kita dibandingkan dengan orang lain. Bila kita sedang berada di suatu acara dan bertemu dengan orang yang berpakaian hampir sama atau berwarna sama, kita merasa tidak nyaman untuk berdekatan. Apalagi jiak disbanding bandingkan [FTR, saya tidak merasa seperti ini lho!]
Secara psikologis, kita sangat tdiak suka bila keberadaan kita baik secara fisik atau sifat sifat kita dibandingkan dengan orang lain. Coba ingat ingatlah pengalaman kita saat ada orang yang membandingkan kita, bagaimana perasaan kita saat itu?
Tetapi anehnya, kebanyakan orang tua entah kenapa justru sering melakukan hal ini pada anaknya. Misal membandingkan anak yang malas dengan yang rajin. Anak yang rapi dengan yang gedabrus. Anak yang cekatan dengan anak yang lamban. Terutama juga anak yang mendapat nilai tinggi di sekolah dengan anak yang nilainya rendah. Ungkapan yang sering terdengar biasanya seperti, “Coba kamu mau rajin belajar kayak adik mu, maka pasti nilai kamu tidak seperti ini!”.
Jika kita tetap melakukan kebiasaan ini, maka ada beberapa akibat yang langsung kita rasakan; anak kita makin tidak menukai kita. anak yang dibandingkan akan iri dan dengki dengan si pembanding. Anak pembanding akan merasa arogan dan tinggi hati.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Tiap manusia terlahir dengan karakter dan sifat yang unik. Maka jangan sekali kali membandingkan satu dengan yang lainnya. Catatlah perubahan perilaku masing masing anak. Jika ingin membandingkan, bandingkanlah dengan perilaku mereka di masa lalu, ataupun dengan nilai nilai ideal yang ingin mereka capai. Misalnya, “Eh, biasanya anak papa/mama suka merapikan tempat tidur, kenapa hari ini nggak ya?”
13. Mengajari Anak untuk Membalas
Sebagian anak ada yang memiliki kecenderungan suka memukul dan sebagian lagi menjadi objek penderita dengan lebih banyak menerima pukulan dari rekan sebayanya. Sebagian orang tua biasanya tidak sabar melihat anak kita disakiti dan memprovokasi anak kita unutuk membalasnya. Hal ini secara tidak langsung mengajari anak balas dendam. Sebab pada saat itu emosi anak sedang sensitif dan apa yang kita ajarkan saat itu akan membekas. Jangan kaget bila anak kita sering membalas atau membalikkan apa yang kita sampaikan kepadanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?:
a. mengajarkan anak untuk menghindari teman-teman yang suka menyakiti.
b. Menyampaikan pada orang tua yang bersangkutan bahwa anak kita sering mendapat perlakuan buruk dari anaknya.
c. ajaklah orang tua anak yang suka memukul untuk mengikuti program parenting baik di radio atau media lainnya.
Silahkan tinggalkan pesan jika Anda punya saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan.